Indonesia Era Orde Baru
literasi
Selamat datang di laman Edutainment tema pembahasan Indonesia Era Orde Baru.
Sumber yang digunakan merupakan buku siswa kelas XII kurikulum K.13 Edisi 2017 dan Kurikulum Merdeka. Konten disusun agar mudah dimengerti, menampilkan penjelasan yang disederhanakan untuk membantu pembaca. Selain itu, situs web ini juga menyertakan video penjelasan yang memberikan wawasan lebih lanjut tentang sejarah Indonesia Era Orde Baru.
Mata pelajaran Sejarah Kelas XII menyajikan berbagai macam perkembangan sejak masa sesudah Proklamasi hingga Reformasi. Berbagai peristiwa sejarah dalam buku ini disajikan secara kronologis untuk memudahkan peserta didik mempelajarinya. Selain itu, buku ini juga berusaha memperlihatkan dinamika berbagai aspek kehidupan manusia, misalnya ekonomi, sosial, budaya, dan aspek sinkronis lainnya
dalam lintasan sejarah. Melalui buku ini, peserta didik juga diajak untuk memahami kompleksitas kehidupan manusia di masa lalu dengan menelusuri keterkaitan antara peristiwa pada tingkat lokal, nasional, hingga global.
Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam perumusan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar tiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok sikap, kompetensi dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok keterampilan. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut. Pembelajaran Sejarah Indonesia untuk Kelas XII jenjang Pendidikan Menengah yang disajikan dalam buku ini juga tunduk pada ketentuan tersebut. Sejarah Indonesia bukan berisi materi pembelajaran yang dirancang hanya untuk mengasah kompetensi pengetahuan siswa. Sejarah Indonesia adalah mata pelajaran yang membekali siswa dengan pengetahuan tentang dimensi ruang-waktu perjalanan sejarah Indonesia, keterampilan dalam menyajikan pengetahuan yang dikuasainya secara konkret dan abstrak, serta sikap menghargai jasa para pahlawan yang telah meletakkan pondasi bangunan negara Indonesia beserta segala bentuk warisan sejarah, baik benda maupun tak benda. Sehingga terbentuk pola pikir siswa yang sadar sejarah.
Orde Baru dan Kontroversinya
Indonesia menuju masa Orde Baru diawali oleh krisis multidimensi yang melanda negeri ini pada pertengahan 1960-an, terutama setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) yang menewaskan enam jenderal TNI. Peristiwa ini memicu kekacauan politik, keresahan sosial, dan konflik ideologis antara kelompok nasionalis, komunis, dan militer. Pemerintah di bawah Presiden Soekarno semakin kehilangan legitimasi, terutama setelah situasi ekonomi memburuk akibat inflasi yang sangat tinggi, kelangkaan barang pokok, serta melemahnya kepercayaan publik terhadap kepemimpinan nasional. Dalam kondisi genting ini, Jenderal Soeharto sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) diberi mandat melalui Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966) untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Sejak saat itu, Soeharto mulai mengambil alih kendali pemerintahan secara bertahap, hingga akhirnya diangkat menjadi presiden pada tahun 1968. Transisi ini menandai berakhirnya masa Orde Lama dan awal dari Orde Baru, dengan janji menegakkan stabilitas, pembangunan ekonomi, dan penataan ulang sistem politik. Masa ini menjadi titik penting dalam sejarah Indonesia yang penuh dengan harapan, namun juga membuka babak baru dengan tantangan tersendiri di masa mendatang.
Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto sering digambarkan sebagai masa kejayaan karena stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, terutama pada dekade 1970 hingga awal 1990-an. Pemerintah berhasil menekan inflasi, meningkatkan produksi pangan melalui program revolusi hijau, serta menarik investasi asing yang mempercepat pembangunan infrastruktur dan industri. Di permukaan, Indonesia tampak berkembang dan modern, dengan angka pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Namun di balik keberhasilan tersebut, tersimpan berbagai persoalan mendasar yang disebut sebagai “kejayaan semu.” Pertumbuhan ekonomi tidak merata dan lebih banyak dinikmati oleh elite tertentu, sementara kesenjangan sosial semakin melebar. Rezim Orde Baru juga dikenal otoriter, mengekang kebebasan pers, membatasi hak politik rakyat melalui sistem satu suara dalam Pemilu, serta melanggengkan kekuasaan melalui Golkar dan militer. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela di berbagai lapisan pemerintahan. Ketergantungan terhadap utang luar negeri dan ketidakmandirian ekonomi juga menjadi bom waktu yang meledak saat krisis moneter Asia 1997 melanda. Krisis ini membongkar rapuhnya fondasi ekonomi Orde Baru dan memicu gerakan reformasi yang mengakhiri kekuasaan Soeharto. Kejayaan semu ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya keadilan, transparansi, dan pemerataan dalam pembangunan nasional.
Rekam jejak kediktatoran Orde Baru menggambarkan bagaimana kekuasaan yang awalnya dibangun atas nama stabilitas dan pembangunan perlahan berubah menjadi pemerintahan yang represif dan otoriter. Di bawah Presiden Soeharto yang berkuasa sejak 1966 hingga 1998, rezim Orde Baru menerapkan sistem politik yang mengekang kebebasan sipil, membatasi oposisi, dan mengontrol ketat media serta pendidikan. Kekuasaan dijalankan secara sentralistik dengan dominasi Golkar sebagai partai politik utama dan militer melalui doktrin dwifungsi ABRI. Pemilu dilakukan secara rutin namun tidak demokratis, karena disusun untuk memastikan kemenangan rezim. Aktivis, mahasiswa, dan tokoh kritis sering kali dibungkam melalui penangkapan, penghilangan paksa, atau intimidasi, seperti dalam kasus penculikan aktivis 1997/1998. Rezim juga membangun citra semu melalui propaganda dan kontrol informasi, sementara praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela di lingkaran kekuasaan. Kekuasaan yang terlalu lama dan minimnya ruang oposisi menyebabkan rezim kehilangan sensitivitas terhadap suara rakyat. Ketika krisis moneter 1997 menghantam, kemarahan publik memuncak, dan akhirnya Soeharto dipaksa mundur pada Mei 1998. Masa Orde Baru menjadi pelajaran penting bahwa kekuasaan tanpa kontrol dan partisipasi rakyat rentan melahirkan kediktatoran, meski dibungkus dengan klaim pembangunan dan stabilitas.
Fenomena penembak misterius atau petrus pada masa Orde Baru merupakan salah satu sisi gelap dari praktik kekuasaan yang represif di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Aksi ini mulai mencuat pada awal 1980-an, ketika banyak ditemukan mayat laki-laki dengan luka tembak di kepala atau dada, dibuang di pinggir jalan, sungai, atau tempat umum lainnya. Korban umumnya adalah orang-orang yang diduga sebagai pelaku kriminal, preman, atau residivis, namun banyak yang tidak melalui proses hukum. Operasi ini disebut-sebut sebagai bagian dari upaya pemerintah menekan angka kejahatan dengan cara menakut-nakuti masyarakat melalui eksekusi tanpa pengadilan. Meskipun pemerintah tidak pernah secara resmi mengakui keterlibatannya, berbagai laporan, termasuk dari aktivis HAM dan media, mengindikasikan bahwa operasi ini melibatkan aparat keamanan negara. Petrus menjadi simbol dari praktik kekuasaan yang melanggar hak asasi manusia dan supremasi hukum. Masyarakat hidup dalam ketakutan, dan tidak sedikit orang tak bersalah yang ikut menjadi korban. Sejarah para penembak misterius mengajarkan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak warga negara dan perlunya sistem hukum yang adil dan transparan dalam menegakkan keamanan.
Masa Orde Baru yang berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998 di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto membawa dampak besar bagi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial Indonesia. Di satu sisi, Orde Baru memiliki sejumlah kelebihan, seperti terciptanya stabilitas politik pasca-krisis 1965, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta keberhasilan swasembada pangan melalui program Revolusi Hijau. Pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan juga meningkat secara signifikan, didukung oleh kebijakan ekonomi yang menarik investasi asing dan bantuan internasional. Namun, di balik keberhasilan tersebut, Orde Baru juga memiliki banyak kekurangan yang berdampak jangka panjang. Sistem pemerintahan yang otoriter mengekang kebebasan berpendapat, membatasi oposisi politik, dan memberlakukan kontrol ketat terhadap media. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela di berbagai sektor pemerintahan, sementara pembangunan cenderung tidak merata dan menimbulkan kesenjangan sosial. Peran militer dalam politik melalui doktrin dwifungsi ABRI juga memperlemah demokrasi. Ketergantungan pada utang luar negeri dan rapuhnya struktur ekonomi akhirnya memicu krisis moneter 1997, yang mengguncang fondasi Orde Baru dan memicu gerakan reformasi. Masa ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi, kebebasan politik, dan keadilan sosial.
Untuk lebih memahami kelahiran, kejayaan, dan kediktatoran Orde Baru silakan markahi tautan artikel berikut: